
“Pelaku korupsi itu orang, bukan partai. Dan bukan atas perintah
partai,” kata Hajrianto kepada Republika di Jakarta, Sabtu (29/12).
Menurut Hajrianto, ICW tidak menjelaskan catatan yang mereka rilis
dihitung dari tahun berapa. Lalu apakah penempatan Golkar pada urutan
pertama secara numerical atau porsentase. Pasalnya , lanjut dia, Golkar
merupakan partai tua yang berkuasa sejak zaman Orde Baru.
“Kalau pengertian terbanyak melakukan korupsi itu secara numerikal
mungkin saja benar. Sebab PG pemenang pemilu dan pemilukada dengan
jumlah kader terbanyak di legislatif dan eksekutif. Tetapi secara
persentase mungkin bukan yang terbesar,” jelas Wakil Ketua MPR ini.
Hajrianto mengakui secara substansial catatan ICW itu sangat
memprihatinkan. Kalau data ICW itu betul dan akurat, tidak ada kata yang
lain yang pantas diungkapkan kecuali kata sangat prihatin.
Sungguh sangat memprihatinkan, pada saat rakyat sangat membenci korupsi justru catatan seperti itu yang muncul, ungkapnya.
Pengamat politik dari The Indonesian Institute, Hanta Yuda, menilai
perilaku korupsi di tubuh Golkar tidak mengejutkan. Karena partai yang
identik dengan warna kuning itu merupakan parpol lama. “Sudah dianggap
masuk zona normal, tidak bisa dipisahkan dari korupsi,” kata Hanta.
Ironisnya, tingkat kepercayaan publik terhadap Golkar menurutnya
tetap tinggi. Dibuktikan dengan elektabilitas yang tinggi dan perolehan
dalam Pemilu atau Pemilukada.
Menurut Hanta, itu terjadi karena masyarakat cenderung apolitis.
Mereka enggan berpindah pada partai lain yang dianggap tidak lebih baik
dari Golkar.
Sebagian pemilih juga cenderung menunggu partai melakukan perubahan.
Tapi, tidak dipungkiri politik transaksional juga mempengaruhi
partisipasi masyarakat terhadap Golkar.
0 komentar:
Posting Komentar